Senin, 17 Januari 2011

istri terbaik

Cerita ini adalah kisah nyata…
dimana perjalanan hidup ini
ditulis oleh seorang istri dalam
sebuah laptopnya.
Bacalah, semoga kisah nyata ini
menjadi pelajaran bagi kita
semua.
***
Cinta itu butuh kesabaran…
Sampai dimanakah kita harus
bersabar menanti cinta kita???
Hari itu.. aku dengannya
berkomitmen untuk menjaga
cinta kita...
Aku menjadi perempuan yg
paling bahagia...
Pernikahan kami sederhana
namun meriah...
Ia menjadi pria yang sangat
romantis pada waktu itu.
Aku bersyukur menikah dengan
seorang pria yang shaleh, pintar,
tampan & mapan pula.
Ketika kami berpacaran dia
sudah sukses dalam karirnya.
Kami akan berbulan madu di
tanah suci, itu janjinya ketika
kami berpacaran dulu...
Dan setelah menikah, aku
mengajaknya untuk umroh ke
tanah suci...
Aku sangat bahagia dengannya,
dan dianya juga sangat
memanjakan aku … sangat
terlihat dari rasa cinta dan rasa
sayangnya pada ku.
Banyak orang yang bilang kami
adalah pasangan yang serasi.
Sangat terlihat sekali bagaimana
suamiku memanjakanku. Dan
aku bahagia menikah
dengannya.
***
Lima tahun berlalu sudah kami
menjadi suami istri, sangat tak
terasa waktu begitu cepat
berjalan walaupun kami hanya
hidup berdua saja karena sampai
saat ini aku belum bisa
memberikannya seorang
malaikat kecil (bayi) di tengah
keharmonisan rumah tangga
kami.
Karena dia anak lelaki satu-
satunya dalam keluarganya, jadi
aku harus berusaha untuk
mendapatkan penerus generasi
baginya.
Alhamdulillah saat itu suamiku
mendukungku …
Ia mengaggap Allah belum
mempercayai kami untuk
menjaga titipan-NYA.
Tapi keluarganya mulai resah.
Dari awal kami menikah, ibu &
adiknya tidak menyukaiku. Aku
sering mendapat perlakuan yang
tidak menyenangkan dari
mereka, namun aku selalu
berusaha menutupi hal itu dari
suamiku …
Didepan suami ku mereka
berlaku sangat baik padaku, tapi
dibelakang suami ku, aku dihina-
hina oleh mereka …
Pernah suatu ketika satu tahun
usia pernikahan kami, suamiku
mengalami kecelakaan, mobilnya
hancur. Alhamdulillah suami ku
selamat dari maut yang hampir
membuat ku menjadi seorang
janda itu.
Ia dirawat dirumah sakit pada
saat dia belum sadarkan diri
setelah kecelakaan. Aku selalu
menemaninya siang & malam
sambil kubacakan ayat-ayat suci
Al – Qur’an. Aku sibuk bolak-
balik dari rumah sakit dan dari
tempat aku melakukan aktivitas
sosial ku, aku sibuk mengurus
suamiku yang sakit karena
kecelakaan.
Namun saat ketika aku kembali
ke rumah sakit setelah dari
rumah kami, aku melihat di
dalam kamarnya ada ibu, adik-
adiknya dan teman-teman
suamiku, dan disaat itu juga.. aku
melihat ada seorang wanita yang
sangat akrab mengobrol dengan
ibu mertuaku. Mereka tertawa
menghibur suamiku.
Alhamdulillah suamiku ternyata
sudah sadar, aku menangis
ketika melihat suami ku sudah
sadar, tapi aku tak boleh sedih di
hadapannya.
Kubuka pintu yang tertutup
rapat itu sambil mengatakan,
“ Assalammu’alaikum” dan
mereka menjawab salam ku. Aku
berdiam sejenak di depan pintu
dan mereka semua melihatku.
Suamiku menatapku penuh
manja, mungkin ia kangen
padaku karena sudah 5 hari
mata nya selalu tertutup.
Tangannya melambai,
mengisyaratkan aku untuk
memegang tangannya erat.
Setelah aku menghampirinya,
kucium tangannya sambil
berkata “Assalammu’alaikum”, ia
pun menjawab salam ku dengan
suaranya yg lirih namun penuh
dengan cinta. Aku pun senyum
melihat wajahnya.
Lalu.. Ibu nya berbicara
denganku …
“Fis, kenalkan ini Desi teman
Fikri”.
Aku teringat cerita dari suamiku
bahwa teman baiknya pernah
mencintainya, perempuan itu
bernama Desi dan dia sangat
akrab dengan keluarga suamiku.
Hingga akhirnya aku bertemu
dengan orangnya juga. Aku pun
langsung berjabat tangan
dengannya, tak banyak aku
bicara di dalam ruangan
tersebut,aku tak mengerti apa yg
mereka bicarakan.
Aku sibuk membersihkan &
mengobati luka-luka di kepala
suamiku, baru sebentar aku
membersihkan mukanya, tiba-
tiba adik ipar ku yang bernama
Dian mengajakku keluar, ia
minta ditemani ke kantin. Dan
suamiku pun mengijinkannya.
Kemudian aku pun
menemaninya.
Tapi ketika di luar adik ipar ku
berkata, ”lebih baik kau pulang
saja, ada
kami yg menjaga abang disini.
Kau istirahat saja. ”
Anehnya, aku tak diperbolehkan
berpamitan dengan suamiku
dengan alasan abang harus
banyak beristirahat dan karena
psikologisnya masih labil. Aku
berdebat dengannya
mempertanyakan mengapa aku
tidak diizinkan berpamitan
dengan suamiku. Tapi tiba-tiba
ibu mertuaku datang
menghampiriku dan ia juga
mengatakan hal yang sama.
Nantinya dia akan memberi
alasan pada suamiku mengapa
aku pulang tak berpamitan
padanya, toh suamiku selalu
menurut apa kata ibunya, baik
ibunya salah ataupun tidak,
suamiku tetap saja
membenarkannya. Akhirnya aku
pun pergi meninggalkan rumah
sakit itu dengan linangan air
mata.
Sejak saat itu aku tidak pernah
diijinkan menjenguk suamiku
sampai ia kembali dari rumah
sakit. Dan aku hanya bisa
menangis dalam kesendirianku.
Menangis mengapa mereka
sangat membenciku.
***
Hari itu.. aku menangis tanpa
sebab, yang ada di benakku aku
takut kehilangannya, aku takut
cintanya dibagi dengan yang lain.
Pagi itu, pada saat aku
membersihkan pekarangan
rumah kami, suamiku memanggil
ku ke taman belakang, ia baru
aja selesai sarapan, ia
mengajakku duduk di ayunan
favorit kami sambil melihat ikan-
ikan yang bertaburan di kolam
air mancur itu.
Aku bertanya, ”Ada apa kamu
memanggilku?”
Ia berkata, ”Besok aku akan
menjenguk keluargaku di
Sabang ”
Aku menjawab, ”Ia sayang.. aku
tahu, aku sudah mengemasi
barang-barang kamu di travel
bag dan kamu sudah
memeegang tiket bukan ?”
“Ya tapi aku tak akan lama
disana, cuma 3 minggu aku
disana, aku juga sudah lama
tidak bertemu dengan keluarga
besarku sejak kita menikah dan
aku akan pulang dengan mama
ku ”, jawabnya tegas.
“Mengapa baru sekarang bicara,
aku pikir hanya seminggu saja
kamu disana ?“, tanya ku balik
kepadanya penuh dengan rasa
penasaran dan sedikit rasa
kecewa karena ia baru
memberitahukan rencana
kepulanggannya itu, padahal aku
telah bersusah payah
mencarikan tiket pesawat
untuknya.
”Mama minta aku yang
menemaninya saat pulang
nanti ”, jawabnya tegas.
”Sekarang aku ingin seharian
dengan kamu karena nanti kita 3
minggu tidak bertemu, ya kan ?”,
lanjut nya lagi sambil memelukku
dan mencium keningku. Hatiku
sedih dengan keputusannya, tapi
tak boleh aku tunjukkan pada
nya.
Bahagianya aku dimanja dengan
suami yang penuh dengan rasa
sayang & cintanya walau
terkadang ia bersikap kurang
adil terhadapku.
Aku hanya bisa tersenyum saja,
padahal aku ingin bersama
suamiku, tapi karena
keluarganya tidak menyukaiku
hanya karena mereka cemburu
padaku karena suamiku sangat
sayang padaku.
Kemudian aku memutuskan agar
ia saja yg pergi dan kami juga
harus berhemat dalam
pengeluaran anggaran rumah
tangga kami.
Karena ini acara sakral bagi
keluarganya, jadi seluruh
keluarganya harus komplit.
Walaupun begitu, aku pun tetap
tak akan diperdulikan oleh
keluarganya harus datang
ataupun tidak. Tidak hadir justru
membuat mereka sangat senang
dan aku pun tak mau membuat
riuh keluarga ini.
Malam sebelum kepergiannya,
aku menangis sambil
membereskan keperluan yang
akan dibawanya ke Sabang, ia
menatapku dan menghapus
airmata yang jatuh dipipiku, lalu
aku peluk erat dirinya. Hati ini
bergumam tak merelakan dia
pergi seakan terjadi sesuatu, tapi
aku tidak tahu apa yang akan
terjadi. Aku hanya bisa menangis
karena akan ditinggal pergi
olehnya.
Aku tidak pernah ditinggal pergi
selama ini, karena kami selalu
bersama-sama kemana pun ia
pergi.
Apa mungkin aku sedih karena
aku sendirian dan tidak memiliki
teman, karena biasanya hanya
pembantu sajalah teman
mengobrolku.
Hati ini sedih akan di tinggal
pergi olehnya.
Sampai keesokan harinya, aku
terus menangis.. menangisi
kepergiannya. Aku tak tahu
mengapa sesedih ini, perasaanku
tak enak, tapi aku tak boleh
berburuk sangka. Aku harus
percaya apada suamiku. Dia pasti
akan selalu menelponku.
***
Berjauhan dengan suamiku, aku
merasa sangat tidak nyaman,
aku merasa sendiri. Untunglah
aku mempunyai kesibukan
sebagai seorang aktivis, jadinya
aku tak terlalu kesepian ditinggal
pergi ke Sabang.
Saat kami berhubungan jarak
jauh, komunikasi kami
memburuk dan aku pun jatuh
sakit. Rahimku terasa sakit sekali
seperti di lilit oleh tali. Tak tahan
aku menahan rasa sakit
dirahimku ini, sampai-sampai aku
mengalami pendarahan. Aku
dilarikan ke rumah sakit oleh
adik laki-lakiku yang kebetulan
menemaniku disana. Dokter
memvonis aku terkena kanker
mulut rahim stadium 3.
Aku menangis.. apa yang bisa
aku banggakan lagi..
Mertuaku akan semakin
menghinaku, suamiku yang
malang yang selalu berharap
akan punya keturunan dari
rahimku.. namun aku tak bisa
memberikannya keturunan. Dan
kemudian aku hanya bisa
memeluk adikku.
Aku kangen pada suamiku, aku
selalu menunggu ia pulang dan
bertanya-tanya, “kapankah ia
segera pulang?” aku tak tahu..
Sementara suamiku disana, aku
tidak tahu mengapa ia selalu
marah-marah jika menelponku.
Bagaimana aku akan
menceritakan kondisiku jika ia
selalu marah-marah
terhadapku..
Lebih baik aku tutupi dulu tetang
hal ini dan aku juga tak mau
membuatnya khawatir selama ia
berada di Sabang.
Lebih baik nanti saja ketika ia
sudah pulang dari Sabang, aku
akan cerita padanya. Setiap hari
aku menanti suamiku pulang,
hari demi hari aku hitung …
Sudah 3 minggu suamiku di
Sabang, malam itu ketika aku
sedang melihat foto-foto kami,
ponselku berbunyi menandakan
ada sms yang masuk.
Kubuka di inbox ponselku,
ternyata dari suamiku yang sms.
Ia menulis, “aku sudah beli tiket
untuk pulang, aku pulangnya
satu hari lagi, aku akan kabarin
lagi ”.
Hanya itu saja yang diinfokannya.
Aku ingin marah, tapi aku
pendam saja ego yang tidak baik
ini. Hari yg aku tunggu pun tiba,
aku menantinya di rumah.
Sebagai seorang istri, aku pun
berdandan yang cantik dan
memakai parfum kesukaannya
untuk menyambut suamiku
pulang, dan nantinya aku juga
akan menyelesaikan masalah
komunikasi kami yg buruk akhir-
akhir ini.
Bel pun berbunyi, kubukakan
pintu untuknya dan ia pun
mengucap salam. Sebelum
masuk, aku pegang tangannya
kedepan teras namun ia tetap
berdiri, aku membungkuk untuk
melepaskan sepatu, kaos kaki
dan kucuci kedua kakinya, aku
tak mau ada syaithan yang
masuk ke dalam rumah kami.
Setelah itu akupun berdiri
langsung mencium tangannya
tapi apa reaksinya..
Masya Allah.. ia tidak mencium
keningku, ia hanya diam dan
langsung naik keruangan atas,
kemudian mandi dan tidur tanpa
bertanya kabarku..
Aku hanya berpikir, mungkin dia
capek. Aku pun segera
merapikan bawaan nya sampai
aku pun tertidur. Malam
menunjukkan 1/3 malam,
mengingatkan aku pada tempat
mengadu yaitu Allah, Sang Maha
Pencipta.
Biasa nya kami selalu
berjama ’ah, tapi karena melihat
nya tidur sangat pulas, aku tak
tega membangunkannya. Aku
hanya mengeelus wajahnya dan
aku cium keningnya, lalu aku
sholat tahajud 8 rakaat plus witir
3 raka ’at.
***
Aku mendengar suara mobilnya,
aku terbangun lalu aku melihat
dirinya dari balkon kamar kami
yang bersiap-siap untuk pergi.
Lalu aku memanggilnya tapi ia
tak mendengar. Kemudian aku
ambil jilbabku dan aku berlari
dari atas ke bawah tanpa
memperdulikan darah yg
bercecer dari rahimku untuk
mengejarnya tapi ia begitu cepat
pergi.
Aku merasa ada yang aneh
dengan suamiku. Ada apa
dengan suamiku? Mengapa ia
bersikap tidak biasa terhadapku?
Aku tidak bisa diam begitu saja,
firasatku mengatakan ada
sesuatu. Saat itu juga aku
langsung menelpon kerumah
mertuakudan kebetulan Dian
yang mengangkat telponnya, aku
bercerita dan aku bertanya apa
yang sedang terjadi dengan
suamiku. Dengan enteng ia
menjawab, “Loe pikir aja
sendiri!!!”. Telpon pun langsung
terputus.
Ada apa ini? Tanya hatiku penuh
dalam kecemasan. Mengapa
suamiku berubah setelah ia
kembali dari kota kelahirannya.
Mengapa ia tak mau berbicara
padaku, apalagi memanjakan
aku.
Semakin hari ia menjadi orang
yang pendiam, seakan ia telah
melepas tanggung jawabnya
sebagai seorang suami. Kami
hanya berbicara seperlunya saja,
aku selalu diintrogasinya. Selalu
bertanya aku dari mana dan
mengapa pulang terlambat dan
ia bertanya dengan nada yg
keras. Suamiku telah berubah.
Bahkan yang membuat ku kaget,
aku pernah dituduhnya berzina
dengan mantan pacarku. Ingin
rasanya aku menampar suamiku
yang telah menuduhku serendah
itu, tapi aku selalu ingat..
sebagaimana pun salahnya
seorang suami, status suami
tetap di atas para istri, itu
pedoman yang aku pegang.
Aku hanya berdo’a semoga
suamiku sadar akan prilakunya.
***
Dua tahun berlalu, suamiku tak
kunjung berubah juga. Aku
menangis setiap malam, lelah
menanti seperti ini, kami seperti
orang asing yang baru saja
berkenalan.
Kemesraan yang kami ciptakan
dulu telah sirna. Walaupun
kondisinya tetap seperti itu, aku
tetap merawatnya & menyiakan
segala yang ia perlukan.
Penyakitkupun masih aku simpan
dengan baik dan sekalipun ia tak
pernah bertanya perihal obat
apa yang aku minum.
Kebahagiaan ku telah sirna,
harapan menjadi ibu pun telah
aku pendam. Aku tak tahu
kapan ini semua akan berakhir.
Bersyukurlah.. aku punya
penghasilan sendiri dari
aktifitasku sebagai seorang guru
ngaji, jadi aku tak perlu meminta
uang padanya hanya untuk
pengobatan kankerku. Aku pun
hanya berobat semampuku.
Sungguh.. suami yang dulu aku
puja dan aku banggakan,
sekarang telah menjadi orang
asing bagiku, setiap aku bertanya
ia selalu menyuruhku untuk
berpikir sendiri. Tiba-tiba saja
malam itu setelah makan malam
usai, suamiku memanggilku.
“Ya, ada apa Yah!” sahutku
dengan memanggil nama
kesayangannya “Ayah”.
“Lusa kita siap-siap ke Sabang
ya.” Jawabnya tegas.
“Ada apa? Mengapa?”, sahutku
penuh dengan keheranan.
Astaghfirullah.. suami ku yang
dulu lembut tiba-tiba saja
menjadi kasar, dia
membentakku. Sehingga tak ada
lagi kelanjutan diskusi antara
kami.
Dia mengatakan ”Kau ikut saja
jangan banyak tanya!!”
Lalu aku pun bersegera
mengemasi barang-barang yang
akan dibawa ke Sabang sambil
menangis, sedih karena suamiku
kini tak ku kenal lagi.
Dua tahun pacaran, lima tahun
kami menikah dan sudah 2
tahun pula ia menjadi orang
asing buatku. Ku lihat kamar
kami yg dulu hangat penuh cinta
yang dihiasi foto pernikahan
kami, sekarang menjadi dingin..
sangat dingin dari batu es. Aku
menangis dengan kebingungan
ini. Ingin rasanya aku berontak
berteriak, tapi aku tak bisa.
Suamiku tak suka dengan wanita
yang kasar, ngomong dengan
nada tinggi, suka membanting
barang-barang. Dia bilang
perbuatan itu menunjukkan
sikap ketidakhormatan
kepadanya. Aku hanya bisa
bersabar menantinya bicara dan
sabar mengobati penyakitku ini,
dalam kesendirianku..
***
Kami telah sampai di Sabang,
aku masih merasa lelah karena
semalaman aku tidak tidur
karena terus berpikir. Keluarga
besarnya juga telah berkumpul
disana, termasuk ibu & adik-
adiknya. Aku tidak tahu ada
acara apa ini..
Aku dan suamiku pun masuk ke
kamar kami. Suamiku tak betah
didalam kamar tua itu, ia pun
langsung keluar bergabung
dengan keluarga besarnya.
Baru saja aku membongkar
koper kami dan ingin
memasukkannya ke dalam
lemari tua yg berada di dekat
pintu kamar, lemari tua yang
telah ada sebelum suamiku lahir
tiba-tiba Tante Lia, tante yang
sangat baik padaku memanggil
ku untuk bersegera berkumpul
diruang tengah, aku pun menuju
ke ruang keluarga yang berada
ditengah rumah besar itu, yang
tampak seperti rumah zaman
peninggalan belanda.
Kemudian aku duduk disamping
suamiku, dan suamiku
menunduk penuh dengan
kebisuan, aku tak berani
bertanya padanya.
Tiba-tiba saja neneknya, orang
yang dianggap paling tua dan
paling berhak atas semuanya,
membuka pembicaraan.
“Baiklah, karena kalian telah
berkumpul, nenek ingin bicara
dengan kau Fisha ”. Neneknya
berbicara sangat tegas, dengan
sorot mata yang tajam.
”Ada apa ya Nek?” sahutku
dengan penuh tanya..
Nenek pun menjawab, “Kau
telah bergabung dengan
keluarga kami hampir 8 tahun,
sampai saat ini kami tak melihat
tanda-tanda kehamilan yang
sempurna sebab selama ini kau
selalu keguguran !!“.
Aku menangis.. untuk inikah aku
diundang kemari? Untuk dihina
ataukah dipisahkan dengan
suamiku?
“Sebenarnya kami sudah punya
calon untuk Fikri, dari dulu..
sebelum kau menikah
dengannya. Tapi Fikri anak yang
keras kepala, tak mau di
atur,dan akhirnya menikahlah ia
dengan kau. ” Neneknya
berbicara sangat lantang,
mungkin logat orang Sabang
seperti itu semua.
Aku hanya bisa tersenyum dan
melihat wajah suamiku yang
kosong matanya.
“Dan aku dengar dari ibu
mertuamu kau pun sudah
berkenalan dengannya ”,
neneknya masih melanjutkan
pembicaraan itu.
Sedangkan suamiku hanya
terdiam saja, tapi aku lihat air
matanya. Ingin aku peluk
suamiku agar ia kuat dengan
semua ini, tapi aku tak punya
keberanian itu.
Neneknya masih saja berbicara
panjang lebar dan yang terakhir
dari ucapannya dengan mimik
wajah yang sangat menantang
kemudian berkata, “kau maunya
gimana? kau dimadu atau
diceraikan ?“
MasyaAllah.. kuatkan hati ini..
aku ingin jatuh pingsan. Hati ini
seakan remuk mendengarnya,
hancur hatiku. Mengapa
keluarganya bersikap seperti ini
terhadapku..
Aku selalu munutupi masalah ini
dari kedua orang tuaku yang
tinggal di pulau
kayu, mereka mengira aku
sangat bahagia 2 tahun
belakangan ini.
“Fish, jawab!.” Dengan tegas
Ibunya langsung memintaku
untuk menjawab.
Aku langsung memegang tangan
suamiku. Dengan tangan yang
dingin dan gemetar aku
menjawab dengan tegas.
”Walaupun aku tidak bisa
berdiskusi dulu dengan imamku,
tapi aku dapat berdiskusi
dengannya melalui bathiniah,
untuk kebaikan dan masa depan
keluarga ini, aku akan
menyambut baik seorang wanita
baru dirumah kami.”
Itu yang aku jawab, dengan kata
lain aku rela cintaku dibagi. Dan
pada saat itu juga suamiku
memandangku dengan tetesan
air mata, tapi air mataku tak
sedikit pun menetes di hadapan
mereka.
Aku lalu bertanya kepada
suamiku, “Ayah siapakah yang
akan menjadi sahabatku dirumah
kita nanti, yah ?”
Suamiku menjawab, ”Dia Desi!”
Aku pun langsung menarik
napas dan langsung berbicara,
” Kapan pernikahannya
berlangsung? Apa yang harus
saya siapkan dalam pernikahan
ini Nek?. ”
Ayah mertuaku menjawab,
“ Pernikahannya 2 minggu lagi.”
”Baiklah kalo begitu saya akan
menelpon pembantu di rumah,
untuk menyuruhnya mengurus
KK kami ke kelurahan besok ”,
setelah berbicara seperti itu aku
permisi untuk pamit ke kamar.
Tak tahan lagi.. air mata ini akan
turun, aku berjalan sangat cepat,
aku buka pintu kamar dan aku
langsung duduk di tempat tidur.
Ingin berteriak, tapi aku sendiri
disini. Tak kuat rasanya
menerima hal ini, cintaku telah
dibagi. Sakit. Diiringi akutnya
penyakitku..
Apakah karena ini suamiku
menjadi orang yang asing selama
2 tahun belakangan ini?
Aku berjalan menuju ke meja
rias, kubuka jilbabku, aku
bercermin sambil bertanya-
tanya, “sudah tidak cantikkah
aku ini?“
Ku ambil sisirku, aku menyisiri
rambutku yang setiap hari
rontok. Kulihat wajahku,
ternyata aku memang sudah
tidak cantik lagi, rambutku sudah
hampir habis.. kepalaku sudah
botak dibagian tengahnya.
Tiba-tiba pintu kamar ini
terbuka, ternyata suamiku yang
datang, ia berdiri dibelakangku.
Tak kuhapus air mata ini, aku
bersegera memandangnya dari
cermin meja rias itu.
Kami diam sejenak, lalu aku
mulai pembicaraan, “terima kasih
ayah, kamu memberi sahabat
kepada ku. Jadi aku tak perlu
sedih lagi saat ditinggal pergi
kamu nanti! Iya kan?. ”
Suamiku mengangguk sambil
melihat kepalaku tapi tak
sedikitpun ia tersenyum dan
bertanya kenapa rambutku
rontok, dia hanya mengatakan
jangan salah memakai shampo.
Dalam hatiku bertanya,
“ mengapa ia sangat cuek?” dan
ia sudah tak memanjakanku lagi.
Lalu dia berkata, “sudah malam,
kita istirahat yuk!“
“Aku sholat isya dulu baru aku
tidur”, jawabku tenang.
Dalam sholat dan dalam tidur
aku menangis. Ku hitung
mundur waktu, kapan aku akan
berbagi suami dengannya. Aku
pun ikut sibuk mengurusi
pernikahan suamiku.
Aku tak tahu kalau Desi orang
Sabang juga. Sudahlah, ini
mungkin takdirku. Aku ingin
suamiku kembali seperti dulu,
yang sangat memanjakan aku
atas rasa sayang dan cintanya
itu.
***
Malam sebelum hari pernikahan
suamiku, aku menulis curahan
hatiku di laptopku.
Di laptop aku menulis saat-saat
terakhirku melihat suamiku, aku
marah pada suamiku yang telah
menelantarkanku. Aku menangis
melihat suamiku yang sedang
tidur pulas, apa salahku? sampai
ia berlaku sekejam itu kepadaku.
Aku
save di mydocument yang
bertitle “Aku Mencintaimu
Suamiku.”
Hari pernikahan telah tiba, aku
telah siap, tapi aku tak sanggup
untuk keluar. Aku berdiri didekat
jendela, aku melihat matahari,
karena mungkin saja aku takkan
bisa melihat sinarnya lagi. Aku
berdiri sangat lama.. lalu
suamiku yang telah siap dengan
pakaian pengantinnya masuk
dan berbicara padaku.
“Apakah kamu sudah siap?”
Kuhapus airmata yang menetes
diwajahku sambil berkata :
“Nanti jika ia telah sah jadi
istrimu, ketika kamu membawa ia
masuk kedalam rumah ini,
cucilah kakinya sebagaimana
kamu mencuci kakiku dulu, lalu
ketika kalian masuk ke dalam
kamar pengantin bacakan do ’a
di ubun-ubunnya sebagaimana
yang kamu lakukan padaku
dulu. Lalu setelah itu.. ”,
perkataanku terhenti karena tak
sanggup aku meneruskan
pembicaraan itu, aku ingin
menagis meledak.
Tiba-tiba suamiku menjawab
“ Lalu apa Bunda?”
Aku kaget mendengar kata itu,
yang tadinya aku menunduk
seketika aku langsung
menatapnya dengan mata yang
berbinar-binar …
“Bisa kamu ulangi apa yang
kamu ucapkan barusan?”,
pintaku tuk menyakini bahwa
kuping ini tidak salah
mendengar.
Dia mengangguk dan berkata,
” Baik bunda akan ayah ulangi,
lalu apa bunda?”, sambil ia
mengelus wajah dan menghapus
airmataku, dia agak sedikit
membungkuk karena dia sangat
tinggi, aku hanya sedadanya saja.
Dia tersenyum sambil berkata,
” Kita liat saja nanti ya!”. Dia
memelukku dan berkata, “bunda
adalah wanita yang paling kuat
yang ayah temui selain mama ”.
Kemudian ia mencium keningku,
aku langsung memeluknya erat
dan berkata, “Ayah, apakah ini
akan segera berakhir? Ayah
kemana saja? Mengapa Ayah
berubah? Aku kangen sama
Ayah? Aku kangen belaian kasih
sayang Ayah? Aku kangen
dengan manjanya Ayah? Aku
kesepian Ayah? Dan satu hal lagi
yang harus Ayah tau, bahwa aku
tidak pernah berzinah! Dulu..
waktu awal kita pacaran, aku
memang belum bisa
melupakannya, setelah 4 bulan
bersama Ayah baru bisa aku
terima, jika yang dihadapanku itu
adalah lelaki yang aku cari.
Bukan berarti aku pernah
berzina Ayah. ” Aku langsung
bersujud di kakinya dan
muncium kaki imamku sambil
berkata, ”Aku minta maaf Ayah,
telah membuatmu susah”.
Saat itu juga, diangkatnya
badanku.. ia hanya menangis.
Ia memelukku sangat lama, 2
tahun aku menanti dirinya
kembali. Tiba-tiba perutku sakit,
ia menyadari bahwa ada yang
tidak beres denganku dan ia
bertanya, ”bunda baik-baik saja
kan?” tanyanya dengan penuh
khawatir.
Aku pun menjawab, “bisa
memeluk dan melihat kamu
kembali seperti dulu itu sudah
mebuatku baik, Yah. Aku hanya
tak bisa bicara sekarang “.
Karena dia akan menikah. Aku
tak mau membuat dia khawatir.
Dia harus khusyu menjalani
acara prosesi akad nikah
tersebut.
***
Setelah tiba dimasjid, ijab-qabul
pun dimulai. Aku duduk
diseberang suamiku.
Aku melihat suamiku duduk
berdampingan dengan
perempuan itu, membuat hati ini
cemburu, ingin berteriak
mengatakan, “Ayah jangan!!”,
tapi aku ingat akan kondisiku.
Jantung ini berdebar kencang
saat mendengar ijab-qabul
tersebut. Begitu ijab-qabul
selesai, aku menarik napas
panjang. Tante Lia, tante yang
baik itu, memelukku. Dalam hati
aku berusaha untuk menguatkan
hati ini. Ya … aku kuat.
Tak sanggup aku melihat mereka
duduk bersanding dipelaminan.
Orang-orang yang hadir di acara
resepsi itu iba melihatku, mereka
melihatku dengan tatapan
sangat aneh, mungkin melihat
wajahku yang selalu tersenyum,
tapi dibalik itu.. hatiku menangis.
Sampai dirumah, suamiku
langsung masuk ke dalam rumah
begitu saja. Tak mencuci kakinya.
Aku sangat heran dengan
perilakunya. Apa iya, dia tidak
suka dengan pernikahan ini?
Sementara itu Desi disambut
hangat di dalam keluarga
suamiku, tak seperti aku dahulu,
yang di musuhi.
Malam ini aku tak bisa tidur,
bagaimana bisa? Suamiku akan
tidur dengan perempuan yang
sangat aku cemburui. Aku tak
tahu apa yang sedang mereka
lakukan didalam sana.
Sepertiga malam pada saat aku
ingin sholat lail aku keluar untuk
berwudhu, lalu aku melihat ada
lelaki yang mirip suamiku tidur
disofa ruang tengah. Kudekati
lalu kulihat. Masya Allah..
suamiku tak tidur dengan wanita
itu, ia ternyata tidur disofa, aku
duduk disofa itu sambil
menghelus wajahnya yang lelah,
tiba-tiba ia memegang tangan
kiriku, tentu saja aku kaget.
“Kamu datang ke sini, aku pun
tahu”, ia berkata seperti itu. Aku
tersenyum dan megajaknya
sholat lail. Setelah sholat lail ia
berkata, “maafkan aku, aku tak
boleh menyakitimu, kamu
menderita karena ego nya aku.
Besok kita pulang ke Jakarta,
biar Desi pulang dengan mama,
papa dan juga adik-adikku ”
Aku menatapnya dengan penuh
keheranan. Tapi ia langsung
mengajakku untuk istirahat. Saat
tidur ia memelukku sangat erat.
Aku tersenyum saja, sudah lama
ini tidak terjadi. Ya Allah.. apakah
Engkau akan menyuruh malaikat
maut untuk mengambil nyawaku
sekarang ini, karena aku telah
merasakan kehadirannya saat ini.
Tapi.. masih bisakah engkau
ijinkan aku untuk merasakan
kehangatan dari suamiku yang
telah hilang selama 2 tahun ini..
Suamiku berbisik, “Bunda kok
kurus?”
Aku menangis dalam kebisuan.
Pelukannya masih bisa aku
rasakan.
Aku pun berkata, “Ayah kenapa
tidak tidur dengan Desi?”
”Aku kangen sama kamu Bunda,
aku tak mau menyakitimu lagi.
Kamu sudah sering terluka oleh
sikapku yang egois. ” Dengan
lembut suamiku menjawab
seperti itu.
Lalu suamiku berkata, ”Bun,
ayah minta maaf telah
menelantarkan bunda.. Selama
ayah di Sabang, ayah dengar
kalau bunda tidak tulus
mencintai ayah, bunda seperti
mengejar sesuatu, seperti
mengejar harta ayah dan satu
lagi.. ayah pernah melihat sms
bunda dengan mantan pacar
bunda dimana isinya kalau
bunda gak mau berbuat “seperti
itu” dan tulisan seperti itu diberi
tanda kutip (“seperti itu”). Ayah
ingin ngomong tapi takut bunda
tersinggung dan ayah berpikir
kalau bunda pernah tidur
dengannya sebelum bunda
bertemu ayah, terus ayah
dimarahi oleh keluarga ayah
karena ayah terlalu memanjakan
bunda ”
Hati ini sakit ketika difitnah oleh
suamiku, ketika tidak ada
kepercayaan di dirinya, hanya
karena omongan keluarganya
yang tidak pernah melihat
betapa tulusnya aku mencintai
pasangan seumur hidupku ini.
Aku hanya menjawab, “Aku
sudah ceritakan itu kan Yah. Aku
tidak pernah berzinah dan aku
mencintaimu setulus hatiku, jika
aku hanya mengejar hartamu,
mengapa aku memilih kamu?
Padahal banyak lelaki yang lebih
mapan darimu waktu itu Yah.
Jika aku hanya mengejar
hartamu, aku tak mungkin setiap
hari menangis karena menderita
mencintaimu. “
Entah aku harus bahagia atau
aku harus sedih karena
sahabatku sendirian dikamar
pengantin itu. Malam itu, aku
menyelesaikan masalahku
dengan suamiku dan berusaha
memaafkannya beserta sikap
keluarganya juga.
Karena aku tak mau mati dalam
hati yang penuh dengan rasa
benci.
***
Keesokan harinya…
Ketika aku ingin terbangun
untuk mengambil wudhu,
kepalaku pusing, rahimku sakit
sekali.. aku mengalami
pendarahan dan suamiku kaget
bukan main, ia langsung
menggendongku.
Aku pun dilarikan ke rumah
sakit..
Dari kejauhan aku mendengar
suara zikir suamiku..
Aku merasakan tanganku basah..
Ketika kubuka mata ini, kulihat
wajah suamiku penuh dengan
rasa kekhawatiran.
Ia menggenggam tanganku
dengan erat.. Dan mengatakan,
” Bunda, Ayah minta maaf…”
Berkali-kali ia mengucapkan hal
itu. Dalam hatiku, apa ia tahu
apa yang terjadi padaku?
Aku berkata dengan suara yang
lirih, ”Yah, bunda ingin pulang..
bunda ingin bertemu kedua
orang tua bunda, anterin bunda
kesana ya, Yah.. ”
“Ayah jangan berubah lagi ya!
Janji ya, Yah… !!! Bunda sayang
banget sama Ayah.”
Tiba-tiba saja kakiku sakit sangat
sakit, sakitnya semakin keatas,
kakiku sudah tak bisa bergerak
lagi.. aku tak kuat lagi
memegang tangan suamiku.
Kulihat wajahnya yang tampan,
berlinang air mata.
Sebelum mata ini tertutup,
kulafazkan kalimat syahadat dan
ditutup dengan kalimat tahlil.
Aku bahagia melihat suamiku
punya pengganti diriku..
Aku bahagia selalu melayaninya
dalam suka dan duka..
Menemaninya dalam ketika ia
mengalami kesulitan dari kami
pacaran sampai kami menikah.
Aku bahagia bersuamikan dia.
Dia adalah nafasku.
Untuk Ibu mertuaku : “Maafkan
aku telah hadir didalam
kehidupan anakmu sampai aku
hidup didalam hati anakmu,
ketahuilah Ma.. dari dulu aku
selalu berdo ’a agar Mama
merestui hubungan kami.
Mengapa engkau fitnah diriku
didepan suamiku, apa engkau
punya buktinya Ma? Mengapa
engkau sangat cemburu padaku
Ma? Fikri tetap milikmu Ma, aku
tak pernah menyuruhnya untuk
durhaka kepadamu, dari dulu
aku selalu mengerti apa yang
kamu inginkan dari anakmu, tapi
mengapa kau benci diriku.
Dengan Desi kau sangat baik
tetapi denganku menantumu
kau bersikap sebaliknya. ”
***
Setelah ku buka laptop, kubaca
curhatan istriku.
=====================================================

Ayah, mengapa keluargamu
sangat membenciku?
Aku dihina oleh mereka ayah.
Mengapa mereka bisa baik
terhadapku pada saat ada
dirimu?
Pernah suatu ketika aku bertemu
Dian di jalan, aku menegurnya
karena dia adik iparku tapi aku
disambut dengan wajah
ketidaksukaannya. Sangat
terlihat Ayah..
Tapi ketika engkau bersamaku,
Dian sangat baik, sangat manis
dan ia memanggilku dengan
panggilan yang sangat
menghormatiku. Mengapa
seperti itu ayah?
Aku tak bisa berbicara tentang
ini padamu, karena aku tahu
kamu pasti membela adikmu, tak
ada gunanya Yah..
Aku diusir dari rumah sakit.
Aku tak boleh merawat suamiku.
Aku cemburu pada Desi yang
sangat akrab dengan mertuaku.
Tiap hari ia datang ke rumah
sakit bersama mertuaku.
Aku sangat marah..
Jika aku membicarakan hal ini
pada suamiku, ia akan pasti
membela Desi dan
ibunya..
Aku tak mau sakit hati lagi.
Ya Allah kuatkan aku, maafkan
aku..
Engkau Maha Adil..
Berilah keadilan ini padaku, Ya
Allah..
Ayah sudah berubah, ayah
sudah tak sayang lagi pada ku..
Aku berusaha untuk mandiri
ayah, aku tak akan bermanja-
manja lagi padamu..
Aku kuat ayah dalam kesakitan
ini..
Lihatlah ayah, aku kuat
walaupun penyakit kanker ini
terus menyerangku..
Aku bisa melakukan ini semua
sendiri ayah..
Besok suamiku akan menikah
dengan perempuan itu.
Perempuan yang aku benci, yang
aku cemburui.
Tapi aku tak boleh egois, ini
untuk kebahagian keluarga
suamiku.
Aku harus sadar diri.
Ayah, sebenarnya aku tak mau
diduakan olehmu.
Mengapa harus Desi yang
menjadi sahabatku?
Ayah.. aku masih tak rela.
Tapi aku harus ikhlas
menerimanya.
Pagi nanti suamiku
melangsungkan pernikahan
keduanya.
Semoga saja aku masih punya
waktu untuk melihatnya
tersenyum untukku.
Aku ingin sekali merasakan kasih
sayangnya yang terakhir.
Sebelum ajal ini menjemputku.
Ayah.. aku kangen ayah..
=====================================================
Dan kini aku telah membawamu
ke orang tuamu, Bunda..
Aku akan mengunjungimu
sebulan sekali bersama Desi di
Pulau Kayu ini.
Aku akan selalu
membawakanmu bunga mawar
yang berwana pink yang
mencerminkan keceriaan hatimu
yang sakit tertusuk duri.
Bunda tetap cantik, selalu
tersenyum disaat tidur.
Bunda akan selalu hidup dihati
ayah.
Bunda.. Desi tak sepertimu, yang
tidak pernah marah..
Desi sangat berbeda denganmu,
ia tak pernah membersihkan
telingaku, rambutku tak pernah
di creambathnya, kakiku pun tak
pernah dicucinya.
Ayah menyesal telah
menelantarkanmu selama 2
tahun, kamu sakit pun aku tak
perduli, hidup dalam
kesendirianmu..
Seandainya Ayah tak
menelantarkan Bunda, mungkin
ayah masih bisa tidur dengan
belaian tangan Bunda yang
halus.
Sekarang Ayah sadar, bahwa
ayah sangat membutuhkan
bunda..
Bunda, kamu wanita yang paling
tegar yang pernah kutemui.
Aku menyesal telah asik dalam
ke-egoanku..
Bunda.. maafkan aku.. Bunda
tidur tetap manis. Senyum
manjamu terlihat di tidurmu
yang panjang.
Maafkan aku, tak bisa bersikap
adil dan membahagiakanmu, aku
selalu meng-iyakan apa kata
ibuku, karena aku takut menjadi
anak durhaka. Maafkan aku
ketika kau di fitnah oleh
keluargaku, aku percaya begitu
saja.
Apakah Bunda akan mendapat
pengganti ayah di surga sana?
Apakah Bunda tetap menanti
ayah disana? Tetap setia dialam
sana?
Tunggulah Ayah disana Bunda..
Bisakan? Seperti Bunda
menunggu ayah di sini.. Aku
mohon..
Ayah Sayang Bunda..
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar