Senin, 17 Januari 2011

Kisah Meng Jiang Nu

Pada jaman dahulu, di Badaling
tinggalah 2 buah keluarga.
Rumah mereka berdampingan,
hanya terpisahkan oleh sebuah
tembok. Di sebelah timur tembok
adalah keluarga Meng dan di
sebelah barat tembok adalah
keluarga Jiang. Kedua keluarga ini
hidup saling tolong menolong,
hubungan mereka sangat
harmonis seperti sebuah
keluarga. Kehidupan kedua
keluarga ini juga sangat bahagia,
hanya saja kedua keluarga ini
tidak memiliki keturunan,
sehingga mereka selalu berharap
agar mereka dikaruniai anak.
Musim semi pada tahun tersebut
keluarga Meng yang berada di
tembok timur menanam sebutir
bibit labu. Bibit labu tersebut
tumbuh menjadi pohon labu yang
merambat ke dinding pemisah
dan memasuki samping rumah
keluarga Jiang. Di samping rumah
keluarga Jiang tumbuh satu buah
labu. Dalam pemeliharaan kedua
keluarga tersebut, labu ini
tumbuh besar dan bulat, setiap
orang yang melihat labu tersebut
pasti memuji dan
menginginkannya.
Setelah musim gugur pada saat
panen memetik labu tiba,
keluarga Meng berkata, ”Labu
tumbuh di rumah keluarga Jiang,
jadi keluarga Jiang yang harus
menyimpannya. ” Keluarga Jiang
berkata,”Keluarga Meng yang
menanam labu, seharusnya
keluarga Menglah yang
menyimpannya. ” Kedua keluarga
tersebut saling berbaik hati,
akhirnya diputuskan untuk
membelah labu tersebut menjadi
dua, masing-masing mendapat
setengahnya.
Labu begitu dibelah, kedua
keluarga tersebut sangat terkejut.
Labu tidak memiliki daging buah
atau biji, tetapi duduk seorang
gadis kecil. Gadis kecil itu memiliki
alis yang tebal dan mata yang
besar, putih dan gemuk,
mulutnya tersenyum menyeringai.
Kedua keluarga tersebut sangat
gembira. Mereka berpikir, hal ini
tentulah Tuhan yang memberi
mereka anak. Kemudian, kedua
keluarga tersebut membesarkan
gadis kecil ini.
Gadis kecil haruslah mempunyai
nama, Pak tua Meng
bertanya, ”dipanggil apa?” Pak tua
Jiang berkata,”Dia adalah anak
kami dua keluarga, sebaiknya
diberi nama Meng Jiangnu. ” Pak
tua Meng menyetujuinya.
Waktu begitu cepat berlalu, tak
terasa sudah lewat belasan tahun,
Meng Jiangnu tumbuh menjadi
seorang gadis yang cantik dan
pintar.
Pada saat itu, Kaisar Qin Shihuang
mengalahkan 6 negara, dan mulai
membangun tembok Cina di
Badaling ini. Membangun tembok
Cina membutuhkan pekerja
ratusan juta orang, mereka
menangkap orang dimana-mana.
Orang yang sudah ditangkap
bekerja siang dan malam, makan
tidak kenyang, baju tidak hangat,
sepanjang hari terkena
cambukan, mati kelaparan, dan
entah berapa banyak orang yang
mati kelelahan.
Di antara para pekerja ada
seorang pelajar, ia bernama Fan
Xiliang. Dia benar-benar tidak
tahan lagi penderitaan di sana,
lalu melarikan diri pada suatu
malam yang gelap.
Berlari dan berlari, berlari sampai
hari terang, ia melihat ada
beberapa rumah di hadapannya,
dibelakang rumah terdapat
sebuah taman bunga, lalu
berpikir untuk bersembunyi
terlebih dahulu di dalam sana,
menunggu sampai hari gelap
barulah berlari lagi ke tempat
yang jauh.
Fan Xiliang berlari ke depan dan
melihat pintu taman terbuka,
kemudian ia menyusup masuk. Di
dalam taman bunga terdapat
sebuah pohon anggur yang
daunnya sangat rimbun dan baik
untuk tempat persembunyian. Ia
menundukkan kepala dan masuk
ke dalamnya. Tetapi belum
sampai ia bersembunyi dengan
baik, terdengar seseorang
berteriak, “Aiya! Ada orang!” Fan
Xiliang sangat terkejut.
Ternyata yang berteriak adalah
Meng Jiangnu, ia sedang melihat-
lihat bunga di taman bunga
keluarga Meng. Tadi ia berdiri di
belakang pohon anggur, sehingga
ketika Fan Xiliang masuk ia tidak
melihatnya, pada saat itu di
bawah pohon anggur tiba-tiba
masuk seseorang dan
mengejutkannya sehingga ia
berteriak.
Pak tua Meng begitu mendengar
teriakan segera berlari keluar. Ia
bertanya pada Fan Xiliang, ”Kamu
siapa?” Fan Xiliang
menjawab,”Saya adalah pelarian.”
Ia lalu menceritakan siapa dirinya,
tinggalnya dimana, dan
bagaimana ia ditangkap,
semuanya diceritakan dengan
jelas dan panjang lebar. Setelah
Pak tua Meng mendengar, ia
merasa bersimpati dan
berkata, ”Dalam dua hari ini
terjadi banyak penangkapan di
luar sana, kamu tinggallah di sini
dulu !”
Fan Xiliang tinggal beberapa hari
di rumah keluarga Meng. Pak tua
Meng berpikir bahwa anaknya
sudah dewasa, sudah seharusnya
mempunyai suami, lalu ia
membicarakannya dengan
istrinya, “Saya rasa Fan Xiliang
adalah orang yang baik dan jujur,
bagaimana kalau kita nikahkan
mereka ?” Istrinya berkata,”Baik,
saya juga merasa ia sangat baik.
Tetapi, masalah ini sebaiknya kita
bicarakan terlebih dahulu dengan
keluarga Jiang. ” Setelah keluarga
Jiang mendengar hal ini, mereka
sangat gembira. Fan Xiliang juga
mencintai Meng Jiangnu. Dengan
demikian, Keluarga Meng dan
Jiang menerima Fan Xiliang
sebagai menantu.
Tak disangka di keluarga Meng
ada seorang pembantu yang
bernama Liu Qi. Ia sejak awal
sudah menyukai Meng Jiangnu. Ia
mengira keluarga Meng dan Jiang
tidak mempunyai anak laki-laki,
cepat atau lambat Meng Jiangnu
akan menjadi miliknya, tetapi
sekarang datang Fan Xiliang,
menghancurkan seluruh impian
iindahnya. Ia sangat benci sekali,
sifatnya berubah dan pikiran
jahatnya muncul. Diam-diam ia
pergi ke Departemen tenaga kerja
dan melaporkan perihal Fan
Xiliang. Ia berkata kepada
Pejabat, ”Keluarga Meng
menyembunyikan seorang pekerja
yang melarikan diri, namanya Fan
Xiliang. ” Begitu Pejabat itu
mendengar, lalu
berkata, ”Tangkap!” Selesai
berkata, lalu membawa sejumlah
pasukan untuk menangkap Fan
Xiliang agar ia dikembalikan ke
tempat membangun tembok dan
untuk dipukuli sampai mati----
Pada saat itu tidak ada pekerja
yang sudah melarikan diri
kemudian tertangkap yang tidak
dipukuli sampai mati.
Setelah Fan Xiliang ditangkap,
keluarga Meng dan Jiang sangat
bersedih, terlebih lagi dengan
Meng Jiangnu, hanya Liu Qi yang
diam-diam merasa senang.
Pada hari itu, Meng Jiangnu
berkata kepada keempat orang
tuanya, ”Saya mau pergi mencari
Fan Xiliang.” Orang tuanya
berkata,”Fan Xiliang adalah
pelarian, kali ini ia tertangkap,
mungkin sudah dipukuli sampai
mati, untuk apa kamu
mencarinya ?” Meng Jiangnu
berkata,”Kalau begitu saya mau
mencari mayatnya.” Orang tuanya
khawatir putrinya akan celaka,
dan tidak menyetujuinya, tetapi
Meng Jiangnu dengan keras hati
ingin pergi, akhirnya orang tuanya
tidak berdaya, terpaksa
memberinya uang dan menyuruh
Liu Qi untuk menemaninya
sepanjang perjalanan.
Sampai di tengah jalan, Liu Qi
melihat ke sekitar tidak ada
orang, lalu berkata kepada Meng
Jiangnu, ”Fan Xiliang sudah mati,
apa gunanya mencari mayatnya?
Kamu ikutlah dengan saya, mulai
sekarang kita bisa menjadi suami-
istri !” Meng Jiangnu berpikir,
orang ini benar-benar jahat, Fan
Xiliang tertangkap, mungkin
adalah ulahnya, saya harus
mencari cara untuk
menghukumnya. Berpikir sampai
disitu, MengJiangnu kemudian
berkata kepada Liu Qi,”Baiklah!
Saya kabulkan permintaanmu,
tetapi kita menikah harus ada
seorang Comblang !” Liu Qi
berkata,”Di tempat seperti ini
kemana kita mencari Comblang?”
Meng Jiangnu berkata,”Begini
sajalah, kamu lihat di ngarai
gunung ini ada sekuntum bunga,
kamu petiklah! Kita jadikan bunga
itu sebagai Comblang. ” Liu Qi
berkata dengan
gembira, ”Baiklah!” kemudian
berjalan ke samping untuk
melihat ngarai tersebut, hatinya
gelisah karena ngarai tersebut
terjal dan curam, sulit untuk
turun. Meng Jiangnu melihat Liu
Qi ragu-ragu, lalu berkata, ”Kamu
adalah jagoan, begini saja takut!
Ayo, kita bentangkan tali yang
mengikat buntalan bekal kita,
kamu turun dengan memegangi
tali dan saya akan menarik
talinya, bukankah beres ?” Liu Qi
membentangkan tali dan
menyuruh Meng Jiangnu yang
memegangi talinya. Ia turun
dengan hati yang berani
bercampur takut. Setelah turun
beberapa langkah, Meng Jiangnu
melepaskan tali ditangannya dan
Liu Qi..... “Ahhhh!” terdengar
sebuah teriakan orang yang jatuh
dan mati seketika di bawah ngarai
itu.
Meng Jiangnu membereskan
barang-barang dan seorang diri
pergi ke tempat membangun
tembok.
Sesampainya di tempat
membangun tembok, ia bertemu
dengan sekelompok pekerja yang
sedang membangun tembok, lalu
bertanya kepada mereka tentang
keberadaan Fan Xiliang. Para
pekerja berkata,”Memang ada
seorang yang bernama Fan
Xiliang, ia bekerja disini terlebih
dahulu sebelum kami, kemudian
ia melarikan diri, tak lama
kemudian ia tertangkap dan mati
dipukuli. ” Meng Jiangnu
bertanya,”Dimana mayatnya?”
Seorang pekerja berkata sambil
mendesah, ”Mayat? Orang yang
mati disini banyak sekali, kami
tidak bisa mengurusnya, lagipula
siapa yang akan perduli dengan
mayat? Mayat-mayat itu sudah
dikuburkan menjadi tembok
Cina. ”
Meng Jiangnu berlari sampai jauh,
ia tidak bisa menemukan jenazah
suaminya, dengan perasaan yang
sangat bersedih dan tak ada
tempat untuk mengadu, ia lalu
menangis tersedu-sedu di
hadapan tembok Cina.
Tangisan Meng Jiangnu
menggetarkan langit dan bumi.
Matahari terselimuti awan hitam,
kilat menyambar dan suara
halilintar bergemuruh, angin
puyuh bergulung dan hujan yang
lebat mengelilingi dan memecah
tembok Cina. Terdengar suara
“ Duarrr!” sebuah dentuman keras
menyambar tembok Cina hingga
terbelah, lalu munculah mayat-
mayat putih yang tertimbun di
dalam tembok.
Meng Jiangnu tidak bisa
mengenali yang mana mayat
suaminya, lalu ia menggigit jari
tangannya hingga berdarah,
sambil meneteskan darah jarinya
ke beberapa mayat putih itu, ia
berdoa kepada Tuhan,”Jika mayat
ini adalah milik suaminya,
biarkanlah darah ini mengalir
masuk ke dalam tulang. ” Benar
saja, darah menetes menuju
mayat Fan Xiliang, dan mengalir
masuk ke dalam tulangnya.
Ketika Meng Jiangnu sedang
merapikan mayat suaminya, tiba-
tiba datang sekelompok pasukan,
tanpa banyak bicara lalu
mengikat Meng Jiangnu dan
membawanya ke pejabat yang
mengawasi para pekerja. Pejabat
itu melihat Meng Jiangnu sangat
cantik, lalu ingin dipersembahkan
kepada Kaisar Qin Shihuang.
Setelah Kaisar Qin Shihuang
melihat Meng Jiangnu, hatinya
sangat gembira dan sangat
menginginkannya, tetapi Meng
Jiangnu mati-matian menolaknya.
Kaisar Qin Shihuang tidak
berdaya dan terpaksa mengurung
Meng Jiangnu.
Meng Jiangnu berpikir, dirinya
terkurung tidak apa-apa, tetapi
mayat suaminya masih belum
terkubur. Ia mempunyai sebuah
ide, dan berkata ingin bertemu
dengan kaisar Qin Shihuang.
Setelah Kaisar Qin Shihuang
mendengar bahwa Meng Jiangnu
ingin bertemu dengannya, hatinya
sangat gembira, lalu menyuruh
pengawal untuk segera membawa
Meng Jiangnu.
Meng Jiangnu berkata kepada
Kaisar Qin Shihuang, ”Mau
menikah dengan saya boleh-
boleh saja, tetapi paduka harus
mengabulkan 3 hal. ” Kaisar Qin
Shihuang menjawab,”Asal saja
kamu bersedia, jangankan 3 hal,
30 pun juga boleh. ” Meng
Jiangnu berkata lagi,”Baik!
Pertama, undanglah 49 orang
Biksu untuk membacakan doa
untuk suami saya selama 49 hari,
kemudian kuburkanlah baik-baik
suami saya !” Kaisar Qin Shihuang
menjawab,”Hal ini mudah, saya
akan melakukannya.” Meng
Jiangnu melanjutkan kata-
katanya, ”Kedua, Paduka harus
mengenakan pakaian berkabung,
berlutut di hadapan mayat suami
saya dan bersujud 3 kali sambil
menyebut nama ‘Ayahanda’
sebanyak 3 kali.” Kaisar Qin
Shihuang setelah mendengar
sangat marah. “Bicara ngawur!
Saya adalah kaisar, mana
mungkin melakukan hal itu. Ini
tidak bisa! Apa persyaratan yang
ketiga ?” Meng Jiangnu berkata
dengan keras hati,”Persyaratan
kedua tidak dikabulkan, untuk
apa bicara persyaratan ketiga !”
Kaisar Qin Shihuang tidak bisa
apa-apa. Melihat Meng Jiangnu
begitu teguh pada pendiriannya,
jika tidak mengabulkan
permintaannya, Meng Jiangnu
tidak akan taat padanya sampai
mati. Haruskah mengurung Meng
Jiangnu lagi? Sayang sekali bila
daging yang sudah berada di
mulut tidak dimakan! Kaisar Qin
Shihuang bimbang lama sekali,
akhirnya dengan berat hati
berkata,”Saya kabulkan
persyaratan yang kedua. Katakan
apa persyaratan yang ketiga ?”
Meng Jiangnu berkata,”Ketiga,
setelah mengubur suami saya,
saya ingin bertamasya kemana
saja untuk menikmati keindahan
alam, setelah tiga hari barulah
menikah dengan Paduka. ” Kaisar
Qin Shihuang berkata,”Baiklah!
Ketiga persyaratan saya
kabulkan. ”
Biksu telah diundang datang,
setelah selesai membaca doa,
Kaisar Qin Shihuang mengenakan
pakaian berkabung dan bersujud
menjadi anak yang berbakti,
kemudian menguburkan Fan
Xiliang. Kemudian Kaisar Qin
Shihuang dengan sabar
menunggu pengawalnya
mempersiapkan kereta kuda, lalu
dirinya sendiri menemani Meng
Jiangnu bertamasya.
Pada hari kedua mereka pergi
berkunjung ke tembok Cina.
Sesampainya di tembok Cina dan
turun dari kereta kuda, mereka
kemudian naik ke atas menara
api. Kaisar Qin Shihuang
memandang tembok Cina dengan
bangga, Meng Jiangnu
melepaskan diri dari kaisar dan
melompat dari atas menara
sambil berteriak, ”Xiliang, saya
datang!” Meng Jiangnu jatuh dan
mati di bawah tembok. Kaisar Qin
Shihuang sangat marah, tetapi
tidak bisa berbuat apa-apa.
Para pekerja sangat bersimpati
atas peristiwa Fan Xiliang dan
Meng Jiangnu. Mereka
menemukan jenazah Meng
Jiangnu dan menguburkannya
bersama-sama dengan Fan
Xiliang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar